
Ditemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan empat tersangka ditetapkan dalam kasus proyek irigasi tersebut, yaitu:
1. DW – Selaku Penyedia,
2. SKM – Konsultan Pengawas,
3. ASUD – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I,
4. JG – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II.
Kasus ini berkaitan dengan proyek rehabilitasi jaringan irigasi D.I. Wae Ces seluas 2.750 hektar di Kabupaten Manggarai, yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2021 dengan pagu sebesar Rp4.638.900.000 dan nilai kontrak sebesar Rp3.848.907.000.
Proyek ini dijalankan oleh Dinas PUPR Provinsi NTT dengan pelaksana PT Kasih Sejati Perkasa. Permasalahan dimulai sejak perencanaan proyek. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I, yakni ASUD, tidak melakukan reviu atau evaluasi terhadap dokumen perencanaan teknis yang digunakan untuk pelelangan.
Dokumen tersebut ternyata berasal dari hasil survei tahun 2019 yang dilakukan oleh pejabat Dinas PUPR saat itu, yakni Kepala Seksi Pembangunan Irigasi.
Dokumen perencanaan tersebut langsung digunakan Pokja Dinas PUPR NTT untuk proses tender, tanpa pembaruan data kondisi eksisting.Setelah kontrak diteken pada 18 Maret 2021, DW selaku Direktur PT Kasih Sejati Perkasa justru membuat perjanjian subkontrak dengan pihak lain (KE), dengan nilai kesepakatan sebesar Rp640.000 per meter kubik item terpasang, yang berbeda dengan perjanjian awal.
Dalam pelaksanaannya, pekerjaan fisik irigasi tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan item pekerjaan yang tertuang dalam kontrak maupun adendum.SKM sebagai Konsultan Pengawas dari Decont Mitra Consulindo tidak melakukan verifikasi teknis yang akurat di lapangan, namun tetap membuat laporan bulanan progres pelaksanaan proyek secara kumulatif tanpa mencerminkan kondisi riil pekerjaan.
Sementara itu, JG yang bertindak sebagai PPK II tidak pernah turun ke lokasi pekerjaan untuk memastikan pelaksanaan kontrak berjalan sesuai ketentuan. Namun, ia tetap menandatangani dokumen serah terima pekerjaan (PHO), menyatakan bahwa proyek telah selesai 100%. Padahal, backup data fisik 100% dari kontraktor tidak sesuai dengan addendum II dan tidak mencerminkan kondisi pekerjaan terpasang yang sebenarnya.
Perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 2.352.168.000 (dua miliar tiga ratus lima puluh dua juta seratus enam puluh delapan ribu rupiah), dengan indikasi kuat terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan fisik proyek irigasi yang semestinya mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan di Manggarai.
Guna kepentingan penyidikan, Penyidik Kejati NTT melakukan penahanan terhadap DW, SKM, ASUD dan JG di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kupang selama 20 hari ke depan.
Seluruh tersangka disangkakan melanggar ketentuan, Primair: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2001 dan Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2001 .Pernyataan Tegas Wakajati NTT Ikhwan Nul Hakim, S.H., didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus Ridwan Sujana Angsar, S.H., M.H., menegaskan bahwa
“Penegakan hukum atas perkara ini menjadi bukti konkret bahwa Kejati NTT serius dalam menangani setiap dugaan tindak pidana korupsi, khususnya yang berdampak langsung pada keuangan negara dan kepentingan masyarakat luas. Kami mencermati bahwa selama ini masih terjadi ketidakefektifan dalam penggunaan APBN, utamanya karena lemahnya tata kelola, pelanggaran aturan pengadaan barang/jasa oleh kementerian, lembaga maupun OPD.”
Oleh karena itu, Kejati NTT akan memfokuskan upaya penindakan dan pencegahan pada sektor-sektor krusial pembangunan, antara lain proyek-proyek ketahanan pangan, infrastruktur pendidikan, serta kesehatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Kejaksaan Tinggi NTT bersama seluruh jajaran mendukung penuh gerakan pemberantasan korupsi sebagaimana diinstruksikan oleh Jaksa Agung RI dan Presiden RI, khususnya dalam upaya menjaga akuntabilitas dan efektivitas penggunaan APBN dan APBD.
Prioritas utama penegakan hukum saat ini adalah mengawal setiap rupiah anggaran negara agar tepat guna dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat.*










