DetikNTT.Com || Ende – Kepala Desa Manulondo, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Paternus Baghi, mengonfirmasi bahwa dirinya adalah pihak yang mengarahkan tim utusan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) ke kediaman Tadeus Ngga’a, salah satu tokoh adat (kopokasa) yang diakui saat ini oleh para mosalaki, usai melakukan survei lokasi pembangunan Situs Perfilman Ria Rago di wilayah Kajukanga, Nuanelu, beberapa pekan lalu.
Melalui pesan singkat WhatsApp yang diterima oleh media pada Selasa (22/7/2025) pukul 10.49 Wita, Kepala Desa Paternus menyampaikan bahwa arahan tersebut diberikan semata-mata berdasarkan pengakuan adat yang berlaku saat ini.
“Saya kemarin menyampaikan untuk bertemu Om Deus (Tadeus Ngga’a) karena beliau diakui sebagai kopokasa oleh para mosalaki saat ini. Bukan karena hubungan kekerabatan dengan keturunan Ria Rago,” tulis Paternus.
Menepis dugaan bahwa dirinya tak memahami nilai sejarah Ria Rago, Kepala Desa Manulondo menegaskan bahwa ia bukan orang luar yang tidak mengetahui konteks historis film Ria Rago dan garis keturunannya.
Bahkan, ia pernah memfasilitasi pertemuan antara seorang Pastor dan pihak keluarga dalam rangka persiapan pembuatan ulang (reboot) film tersebut.
Lebih lanjut, ia menegaskan komitmennya untuk mempertemukan pihak-pihak terkait demi memastikan pembangunan situs tersebut menghormati warisan sejarah.
“Soal pembangunan tugu film itu, pasti akan diupayakan untuk bertemu langsung dengan keluarga yang merupakan keturunan sah Ria Rago,” tambahnya.
Seruan Keterlibatan Keluarga dan SVD
Sebelumnya, aktivis Gerakan Masyarakat Adat Nusa Bunga, Philipus Kami, menyuarakan kritik keras terhadap langkah Pemprov NTT yang dinilai belum melibatkan dua unsur historis utama: keluarga Ria Rago dan Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD) sebagai produser film dokumenter Ria Rago.
“Sebelum utusan Pemprov melakukan survei, seharusnya dilakukan dialog lebih dulu dengan keluarga besar Ria Rago dan pihak SVD. Ini bukan semata soal administrasi, tapi menyangkut etika dan penghormatan terhadap sejarah,” tegas Philipus dalam keterangannya di Ende, Rabu (23/7/2025).
Ia menekankan bahwa perjuangan Ria Rago melawan praktik kawin paksa merupakan simbol penting dalam sejarah perjuangan perempuan dan tak bisa dilepaskan dari dokumentasi serta peran aktif misionaris Katolik SVD sejak 1923.
“Tanpa dokumentasi para pastor SVD dan keberanian keluarga untuk bersuara, kisah Ria Rago tidak akan dikenal hari ini. Maka, proyek pembangunan situs ini wajib memperhatikan hak moral dan historis mereka,” tambahnya.
Philipus pun mendesak agar Pemprov segera menginisiasi pertemuan formal dengan kedua pihak tersebut sebelum melangkah lebih jauh dalam proses pembangunan situs.
Klarifikasi dari Tim Pemprov
Menanggapi kritik yang berkembang, Herman Yoseph Wadhi, anggota tim survei Pemprov NTT yang ditugaskan oleh Gubernur Melki Laka Lena, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengabaikan sejarah atau pihak-pihak yang berperan besar dalam kisah Ria Rago.
“Kami tidak berniat menafikan sejarah. Bahkan kami sudah berkoordinasi dengan Kepala Desa Manulondo agar difasilitasi bertemu keluarga Ria Rago,” ujarnya saat dihubungi via sambungan telepon.
Ia mengakui bahwa pertemuan formal dengan keluarga belum dapat dilaksanakan karena Kepala Desa saat itu tengah menghadiri agenda penyerahan hibah jalan. Namun, komunikasi dan upaya fasilitasi terus berjalan, termasuk melalui bantuan anggota DPRD Ende dari Partai Golkar, Martinus Tata.
“Saat survei, kami diarahkan untuk mampir ke rumah Tadeus Ngga’a oleh Kepala Desa. Namun, kami tetap menunggu waktu yang tepat untuk bertemu keluarga langsung. Tidak ada intensi untuk melangkahi pihak manapun,” pungkasnya.
Penutup
Kontroversi pembangunan Situs Perfilman Ria Rago ini menegaskan pentingnya pendekatan partisipatif dan inklusif dalam setiap inisiatif pelestarian sejarah dan budaya. Proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan penguatan memori kolektif dan penghargaan terhadap nilai-nilai perjuangan perempuan serta peran institusi keagamaan dalam sejarah lokal.
Pemprov NTT, keluarga besar Ria Rago, serta SVD diharapkan dapat duduk bersama demi menjaga keutuhan narasi sejarah dan menghindari konflik yang dapat merusak semangat pelestarian warisan budaya ini.







