
DetikNTT.com||Jakarta– Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan intensifikasi pengawasan pangan takjil pada periode 24 Februari hingga 19 Maret 2025. BPOM melakukan sampling terhadap 2.313 pedagang yang tersebar di 462 lokasi sentra penjualan takjil di seluruh Indonesia.
Hasilnya, dari 4.958 sampel yang diuji, sebanyak 98,06% atau 4.862 sampel dinyatakan memenuhi syarat, sementara 96 sampel atau 1,94% mengandung bahan berbahaya. Kepala BPOM RI , Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa bahan berbahaya yang ditemukan di pangan takjil meliputi formalin, boraks, dan rhodamin B. Secara rinci, ditemukan 49 sampel yang mengandung formalin, 24 sampel dengan boraks, dan 23 sampel yang mengandung pewarna rhodamin B. Pengujian dilakukan langsung di tempat penjualan takjil menggunakan rapid test kit untuk mendeteksi kandungan bahan dilarang yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.Produk pangan yang terbukti mengandung bahan berbahaya antara lain mi kuning basah, teri nasi, rujak mi, cincau hitam, dan tahu sutra yang mengandung formalin. Sementara itu, kerupuk tempe, kerupuk nasi, kerupuk rambak, telur lilit, dan mi kuning ditemukan mengandung boraks. Beberapa produk lainnya, seperti delima, kerupuk rujak mi, kerupuk merah, dan pacar cina pink, terbukti mengandung rhodamin B.


Taruna Ikrar mengungkapkan bahwa temuan ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi pangan yang aman dan sehat. Ia juga menekankan bahwa penindakan yang dilakukan BPOM pada tahun-tahun sebelumnya telah memberikan efek jera bagi pedagang takjil, sehingga mereka kini lebih berhati-hati dalam memilih bahan baku pangan.
Pengawasan BPOM kali ini tidak hanya dilakukan di pasar tradisional, tetapi juga diperluas ke pedagang asongan yang sering berjualan di pinggir jalan, termasuk di kawasan lampu merah. Taruna Ikrar menegaskan, BPOM melakukan pengawasan secara acak di berbagai lokasi, termasuk di Mappanyukki, Makassar, di mana tidak ditemukan pangan takjil yang mengandung bahan berbahaya.
“Kami terus mengingatkan pelaku usaha agar memastikan produk yang dijual tidak mengandung bahan berbahaya, dan untuk mematuhi regulasi yang ada demi menjaga keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat,” kata Taruna Ikrar.
Ia juga berharap pengawasan yang dilakukan BPOM dapat semakin memperkecil temuan pangan takjil yang mengandung bahan berbahaya di tahun-tahun mendatang.Kepala BPOM mengakhiri konferensi pers dengan mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, untuk berkolaborasi menciptakan ekosistem perdagangan pangan yang baik dan berkeadilan.