
Menurutnya Salah satu inisiatif awal perusahaan adalah menghubungkan Pulau Kera dengan wilayah Namosain, di mana sebagian lahan di daerah tersebut sebelumnya telah dijual kepada pihak Imperial. Bobby menyatakan telah membeli lahan seluas 25 hektar di Pulau Kera sejak tahun 1986 dari keluarga Bisilisin—masyarakat asli dari Pulau Semau.”Pada tahun 1989–1990, kami bahkan masih berkemah di Pulau Kera bersama Bupati Lawa Rihi. Saat itu pulau tersebut belum berpenghuni,” ujar Bobby.
Ia menegaskan bahwa lahan tersebut bukan hibah dari pemerintah ataupun pihak ketiga, dan transaksi dilakukan secara sah.. “Klaim bahwa wilayah ini dihuni oleh Masyarakat sejak tahun 1884 tidak sesuai dengan fakta sejarah yang kami alami langsung.”Perusahaan juga menegaskan bahwa saat ini memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) sejak tahun 1993 yang telah diperpanjang hingga 2047. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Kupang, Pulau Kera ditetapkan sebagai kawasan pariwisata dan tidak diperuntukkan bagi pemukiman, mengingat keterbatasan infrastruktur seperti ketiadaan air bersih, listrik, dan pengolahan limbah.
Menurut Bobby, isu relokasi warga telah dibahas jauh sebelum masa pemerintahan saat ini, dimulai sejak kepemimpinan Bupati Medan, kemudian dilanjutkan oleh Bupati Ayub dan kini oleh Bupati Yos Lede. “Relokasi bukan gagasan baru, dan justru mencerminkan perhatian pemerintah terhadap kondisi masyarakat yang tinggal tanpa fasilitas dasar,” jelasnya.
Pihak perusahaan juga mengungkapkan bahwa proses pembangunan selama ini tertunda karena biaya tinggi dan tantangan dalam perizinan, terutama karena kawasan Teluk Kupang masuk dalam zona Taman Wisata Alam Laut yang berada di bawah kewenangan Kementerian. “Kami baru memulai pembangunan bulan lalu, dengan harapan bisa mulai beroperasi secara terbatas pada 2025, dimulai dengan glamping-style accommodation,” ujarnya.
Bobby berharap masyarakat mendukung pembangunan ini sebagai bentuk investasi lokal yang akan membuka lapangan kerja dan menggerakkan roda perekonomian Kabupaten Kupang. “Kami tidak bermaksud mengklaim sepihak, semua proses berdasarkan hukum. Kalau ada yang merasa memiliki lahan, silakan tempuh jalur hukum. Ini negara hukum,” tutupnya.*






