Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaDaerah

Pembatasan Pesta Masyarakat Hingga Pukul 22.00, Menuai Beragam Tanggapan, Ini Penjelasan Romo Patris Alergo

292
×

Pembatasan Pesta Masyarakat Hingga Pukul 22.00, Menuai Beragam Tanggapan, Ini Penjelasan Romo Patris Alergo

Sebarkan artikel ini
Ket : Romo Patris Aleggro, Pr seorang Imam Katolik dan Dosen Filsafat dari Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui, foto : Borgol

DetikNTT.Com || Kota Kupang – Surat Edaran (SE) Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, tentang pembatasan pesta masyarakat hingga pukul 22.00 WITA, menuai beragam tanggapan.

Melalui sebuah video yang diunggah di akun TikTok miliknya, Romo Patris Aleggro, Pr seorang Imam Katolik dan Dosen Filsafat dari Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui memberikan pandangan kritis terhadap sejumlah keberatan yang dilontarkan sebagian warga.

Menurut Romo Patris, ada tiga pokok keberatan yang kerap muncul di masyarakat.

Pertama, pesta dianggap sebagai tradisi yang biasa berlangsung semalam suntuk, sehingga pembatasan jam dinilai mengurangi kebiasaan tersebut. Generasi muda pun melihat hiburan malam sebagai bagian dari gaya hidup modern.

Baca Juga:  Pasangan Calon Walikota Kupang  CS'an Deklarasikan Dukungan Pilkada 2024

Namun, Romo menegaskan, pesta modern kerap berbeda dengan pesta komunal tradisional.

Jika dibiarkan, hal ini bisa mencampuradukkan ekspresi budaya dengan kebisingan yang justru merusak ketenangan publik.

Keberatan kedua berkaitan dengan anggapan bahwa musik keras tidak masalah selama tidak ada tetangga yang mengeluh.

Menurut Romo Patris, logika ini keliru karena menjadikan ukuran etika hanya bergantung pada reaksi orang lain. Padahal, banyak warga sebenarnya terganggu, tetapi enggan menyampaikan protes karena takut dianggap tidak toleran.

Baca Juga:  Disidak Dua Jam, Walikota dan Wakil Walikota Kupang Temukan Banyak Masalah di RSUD SK Lerik Kota Kupang

“Di sinilah letak masalahnya. Seolah-olah kebebasan berpesta ditempatkan lebih tinggi daripada hak diam yang tak terucap. Padahal, banyak orang memilih diam bukan karena nyaman, melainkan karena sungkan,” tegasnya.

Keberatan ketiga adalah tudingan bahwa kebijakan pembatasan jam pesta merupakan bentuk tirani. Romo Patris menolak anggapan tersebut.

Menurutnya, martabat manusia melekat pada setiap pribadi, dan keputusan pemerintah justru hadir untuk melindungi hak bersama.

Baca Juga:  BPOM Kupang gelar InWas Hari pertama bulan puasa

“Aturan ini bukanlah pembatasan yang meniadakan tradisi, melainkan bentuk perlindungan agar setiap orang mendapatkan haknya, baik hak untuk bergembira maupun hak untuk beristirahat,” jelas Romo Patris.

Ia pun mengapresiasi langkah Pemkot Kupang yang berani mengambil keputusan meski menuai pro dan kontra.

“Kita patut bersyukur karena aturan ini membantu menciptakan keseimbangan hidup bersama. Dengan demikian, pesta tetap bisa berjalan, tetapi tanpa mengorbankan ketenangan mayoritas warga,” tutupnya. (Tim)

Example 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *