DetikNTT.Com || Kupang – Solidaritas Perempuan Flobamoratas (SPF) bersama Perempuan Akar Rumput di Kolhua mengambil peran penting dalam Festival Budaya Helong yang diselenggarakan oleh Komunitas Penjaga Budaya Helong dan Taman Baca Uibaha. Melalui “Panggung Perempuan,” mereka memberikan penghargaan dan ruang apresiasi kepada perempuan Suku Helong yang telah memainkan peran vital dalam melestarikan alam dan kearifan lokal.
Meski peran mereka sering terabaikan dan kadang tidak dianggap penting dalam budaya patriarki. Ketahanan perempuan suku Helong dalam upaya menjaga alam, hutan, tanah, dan air yang bersumber dari alam Kolhua merupakan contoh konkrit bagaimana perempuan memiliki peran fundamendal dalam merawat kearifan lokal untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Panggung Perempuan menjadi ruang bagi tokoh perempuan Suku Helong Kolhua yang merupakan inisiator praktik-praktik baik di Kolhua. Panggung ini dipandu oleh Irene Kanalasari dari Solidaritas Perempuan Flobamoratas dengan menghadirkan Atalya Taklale sebagai perempuan penenun sekaligus guru tenun bagi anak-anak perempuan di Kolhua, Lily Bistolen sebagai penggagas Taman Baca Uibaha sekaligus sebagai pengajar di Taman Baca ini, dan Melyawati Bistolen sebagai petani perempuan muda sekaligus ketua panitia Festival Budaya Helong III. Hadir juga Pdt. Emmy Sahertien dari Komunitas Hanaf dan Linda Tagie dari Solidaritas Perempuan Flobamoratas sebagai penanggap. Irene menyampaikan bahwa Panggung Perempuan ini bertujuan untuk mendengar cerita-cerita inspiratif dan praktik-praktik baik dari tokoh-tokoh peremupuan Helong di Kolhua.
• Atalya Taklale: Seorang perempuan penenun sekaligus guru tenun bagi anak-anak perempuan di Kolhua. Atalya berbagi cerita tentang perannya dalam melestarikan tradisi tenun yang hampir punah dan bagaimana aktivitas ini membantu dirinya sebagai ibu tunggal untuk berdaya secara ekonomi.
• Lily Bistolen: Penggagas Taman Baca Uibaha sekaligus pengajar di tempat tersebut. Lily menceritakan inisiatifnya dalam menciptakan ruang belajar bagi anak-anak Suku Helong, termasuk Kelas Bahasa Helong dan pengajaran tuturan serta tarian adat.
• Melyawati Bistolen: Petani perempuan muda sekaligus ketua panitia Festival Budaya Helong III. Melyawati menjelaskan tujuan festival ini untuk melestarikan dan memperkenalkan budaya Helong kepada masyarakat luas serta menjadi ruang transfer pengetahuan antar generasi.
Penanggap Inspiratif
Acara ini juga menghadirkan Pdt. Emmy Sahertien dari Komunitas Hanaf dan Linda Tagie dari Solidaritas Perempuan Flobamoratas sebagai penanggap. Irene Kanalasari menyampaikan bahwa Panggung Perempuan bertujuan untuk mendengar cerita-cerita inspiratif dan praktik-praktik baik dari tokoh-tokoh perempuan Helong di Kolhua.
Pdt. Emmy Sahertien menanggapi cerita dari ketiga tokoh perempuan Helong, menyatakan “menenun bukan hal yang gampang; membaca alam, mengamatinya dengan saksama, meramu warna, dan meneruskannya kepada anak-anak. Perempuan ibarat seorang profesor yang menulis sebuah buku dan menjadi pengajar, dari situ literasi bermula”
Sementara Linda Tagie, Ketua BEK Solidaritas Perempuan menyatakan “Tubuh perempuan adalah medan pertempuran. Perempuan bertempur di hadapan konstruksi sosial-budaya, tuntutan ekonomi, politik patriarki, dan produk-produk kolonialisme. Tiga tokoh perempuan Kolhua yang dihadirkan di Panggung Perempuan merupakan contoh konkrit dari resiliensi dan ketahanan perempuan di tengah gempuran kolonialisme, geopolitik, dan semakin masifnya konsesi agraria dan pembangunan yang menghancurkan ruang-ruang hidup perempuan”
Selain Panggung Perempuan, ada juga stan-stan pameran di Festival Budaya Helong yang memamerkan produk-produk pengetahuan dan kearifan lokal perempuan Helong, seperti stan tenunan, stan obat-obatan tradisional, stan pangan lokal, dan stan menganyam.
Untuk diketahui Panggung Perempuan di Festival Budaya Helong merupakan ruang apresiasi bagi perempuan adat yang telah berkontribusi dalam melestarikan alam dan kearifan lokal. Melalui cerita dan praktik-praktik baik yang dibagikan, acara ini menggarisbawahi pentingnya peran perempuan dalam menjaga keberlanjutan budaya dan lingkungan di Kolhua.***