Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Daerah

Kejari Sikka dan Kejari Lembata Sukses Hentikan Penuntutan Melalui Restorative Justice

193
×

Kejari Sikka dan Kejari Lembata Sukses Hentikan Penuntutan Melalui Restorative Justice

Sebarkan artikel ini

Detikntt.com||Kupang –Komitmen Kejaksaan Republik Indonesia dalam membangun keharmonisan sosial dan memperkuat nilai kekeluargaan kembali terbukti. Rabu, 2 Juli 2025, Kejaksaan Negeri Sikka dan Kejaksaan Negeri Lembata berhasil menghentikan penuntutan perkara penganiayaan melalui pendekatan Restorative Justice (RJ). Proses ekspose penghentian perkara secara virtual ini dipimpin langsung oleh Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM), dan diikuti oleh Wakajati NTT Ikhwan Nul Hakim, S.H., Plt. Aspidum Kejati NTT Douglas Oscar Berlian Riwoe, S.H., serta seluruh jajaran bidang Pidum Kejati NTT dan Kejari se-NTT.

Kasus Pertama: Kejari Sikka – Luka Lama yang Berdamai

Permohonan RJ pertama diajukan oleh Kejari Sikka atas nama tersangka Bernadus Adrianus Da Silva alias Nathan, yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas dugaan penganiayaan terhadap korban Gabriel Maryelis alias Gebi. Peristiwa terjadi pada 27 April 2025 dalam suasana pesta ulang tahun di Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.
Perselisihan lama terkait rebutan penumpang di pangkalan ojek yang sebelumnya terjadi antara korban dan tersangka, diperparah oleh pengaruh alkohol, berujung pada penikaman yang menyebabkan korban mengalami luka tusuk pada bagian perut kanan bawah. Meski luka cukup serius, korban telah menerima pengobatan dan memutuskan memaafkan tersangka secara terbuka tanpa syarat di hadapan keluarga dan tokoh masyarakat.

Baca Juga:  Kedai Hopeng Jadi Dapur MBG: Bantu Anak Sekolah dan Ibu Hamil Lewat Makanan Bergizi

Kasus Kedua: Kejari Lembata – Pertikaian Keluarga yang Damaikan

Ekspose kedua menghadirkan dua perkara saling lapor yang melibatkan hubungan keluarga antara tersangka Syamsudin Junabir, dkk. dan tersangka Jafar Gani. Kedua belah pihak sebelumnya terlibat dalam pertikaian yang terjadi saat acara pesta di Desa Kolipadan, Kecamatan Ile Ape, Lembata. Pertengkaran yang bermula dari perselisihan ucapan menghina ibu berkembang menjadi kekerasan fisik saling serang dengan balok, batu, dan parang.
Baik korban maupun tersangka mengalami luka-luka yang telah dibuktikan dengan visum dari RSUD Lewoleba. Meski demikian, berkat pendekatan persuasif dari Kejari Lembata, kedua pihak yang masih memiliki hubungan kekerabatan sepakat berdamai secara kekeluargaan tanpa syarat, dan berkomitmen menghindari pembalasan. Para tersangka bahkan secara sukarela menyatakan kesediaannya untuk melakukan kerja sosial di tempat ibadah sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

Baca Juga:  Gelar Reses Masa sidang II, Yanus Waro Beri Bantuan Corpus Salib Yesus

Penghentian penuntutan ini disetujui oleh Direktur A pada JAMPIDUM berdasarkan sejumlah pertimbangan objektif dan yuridis sebagai berikut:
• Para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
• Ancaman hukuman di bawah lima tahun.
• Kerugian materiil tidak melebihi Rp2.500.000,-.
• Perdamaian telah tercapai secara sukarela tanpa syarat.
• Respon masyarakat sangat positif.
• Tidak ada unsur transaksional, dan kejaksaan menjamin integritas proses RJ.
• Sudah terjadi pemulihan keadaan seperti semula dan hubungan antar pihak kembali harmonis.
• Untuk penghindaran stigma negatif, pembalasan, dan penghormatan terhadap norma sosial dan kesusilaan.

Baca Juga:  Kawasan Industri Bolok: Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui Investasi dan Kolaborasi

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur menegaskan komitmennya bahwa Restorative Justice bukan hanya instrumen hukum, tetapi juga wahana pemulihan sosial, pemersatu keluarga, dan pemelihara ketertiban umum. Penegakan hukum tidak semata-mata bertujuan menghukum, tetapi juga memulihkan dan menjadikan hukum hadir sebagai pelindung masyarakat secara adil dan manusiawi.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan Jaksa Agung RI yang menempatkan keadilan restoratif sebagai solusi humanis dalam penyelesaian perkara pidana ringan. Kejaksaan berharap praktik serupa dapat menjadi contoh di masyarakat bahwa perdamaian adalah jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik, terutama dalam lingkungan keluarga dan komunitas yang saling terkait erat.

Melalui penghentian penuntutan ini, Kejaksaan RI menunjukkan bahwa hukum bukan sekadar alat penjera, tetapi sarana penyembuh luka sosial. Semangat kebersamaan, saling memaafkan, dan kembali hidup berdampingan menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat yang harmonis, berkeadilan, dan bermartabat.

Example 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *