
DetikNTT.com||Kupang – Kejaksaan Negeri Belu sukses menghentikan penuntutan perkara tindak pidana penganiayaan melalui pendekatan Restorative Justice (RJ). Dalam perkara ini, korban Armando Aldo M. Fernandes alias Aldo yang merupakan seorang anggota kepolisian dengan tulus memilih untuk memaafkan pelaku, Azis Gomes alias Mosta, sebagai bentuk nyata pemulihan sosial di tengah masyarakat.
Ekspose penghentian perkara secara virtual digelar di Ruang Restorative Justice Kejaksaan Tinggi NTT pada Rabu, 25 Juni 2025, pukul 07.00–08.00 WITA, dipimpin oleh Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H., Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM). Turut hadir Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Zet Tadung Allo, S.H., M.H., Plt. Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, Douglas Oscar Berlian Riwoe, S.H beserta jajaran Bidang Pidana Umum Kejati NTT serta di saksikan juga secara virtual oleh seluruh Kejaksaan Negeri se NTT. . Pemaparan kasus disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Belu, Yoanes Kardinto, S.H, M.H.
Kronologi Perkara
Kasus bermula pada Selasa malam, 15 April 2025 di depan Toko Suka Roti, Pasar Baru Atambua, ketika korban, Armando Aldo M. Fernandes alias Aldo, keluar dari warung bersama teman-temannya. Saat hendak masuk ke mobil, korban menerima kata-kata kasar dari salah satu teman tersangka yang sedang melintas dengan sepeda motor.
Korban spontan berteriak “wooy”, yang memicu tersangka Azis Gomes kembali ke lokasi dan melakukan pemukulan sebanyak dua kali ke pipi kiri korban. Hasil visum dari RSUD Gabriel Manek SVD Atambua menunjukkan bengkak dan luka lecet akibat trauma tumpul.
Proses Perdamaian di Rumah Restorative Justice
Setelah tahap II dilakukan pada 12 Juni 2025, Kejari Belu memfasilitasi perdamaian pada 13 Juni 2025 di Rumah RJ Kejari Belu. Proses ini menghadirkan tersangka, korban, kedua keluarga, tokoh masyarakat, dan pihak penyidik. Yang mengejutkan, korban yang notabene adalah seorang polisi menyampaikan secara terbuka bahwa ia memaafkan pelaku tanpa syarat, demi kedamaian dan keharmonisan sosial.
Dasar Hukum dan Alasan Penghentian
Permohonan penghentian penuntutan disetujui JAMPIDUM dengan alasan:
- Tindak pidana diancam hukuman ≤ 5 tahun (Pasal 351 Ayat 1 KUHP);
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
- Perbuatan tidak mengganggu pekerjaan korban;
- Terdapat perdamaian tanpa syarat yang disaksikan publik;
- Masyarakat merespons positif upaya damai;
- Kejari Belu menjamin proses tanpa transaksi;
- Diharapkan mempererat kembali hubungan sosial antara pelaku dan korban.
Pernyataan Kepala Kejati NTT: Restorative Justice Bukan Sekadar Hukum
Zet Tadung Allo, S.H., M.H., selaku Kajati NTT menyampaikan:
“Restorative Justice bukan hanya penyelesaian hukum, tetapi juga jembatan pemulihan sosial. Dalam kasus ini, kita menyaksikan keteladanan dari seorang polisi yang mampu memaafkan pelaku demi membangun kembali kedamaian sosial. Ini bukan kelemahan, melainkan kekuatan moral yang luar biasa.”
Beliau juga menambahkan bahwa Kejaksaan terus berkomitmen menjalankan perintah Jaksa Agung RI untuk mengedepankan hukum yang mengayomi dan memanusiakan.
Penutup: Restorative Justice, Pilar Baru Keadilan yang Bermartabat
Keberhasilan penyelesaian perkara ini menjadi contoh nyata efektivitas Restorative Justice dalam sistem hukum Indonesia. Kejaksaan Negeri Belu dan Kejati NTT menegaskan bahwa hukum tidak semata-mata menghukum, tetapi juga membuka ruang bagi rekonsiliasi, rehabilitasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Melalui pendekatan ini, Kejaksaan membuktikan bahwa keadilan dapat ditegakkan tanpa mengabaikan perasaan, martabat, dan masa depan para pihak.







